I. PENDAHULUAN
Kakao (Theobroma cacao, L)
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat,
karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat
menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun.
Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).
Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).
Kakao (Theobroma cacao, L)
merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat,
karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat
menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao yang
ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau
kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil
persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan
besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S.
Siregar, dkk., 2003).
Komoditi kakao dapat digunakan
dalam berbagai macam produk. Biji buah kakao (cokelat) yang telah difermentasi
dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini
banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan
minuman, seperti susu, selai, roti, dan lain–lain. Buah cokelat yang tanpa biji
dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak.
Konsumsi biji kakao dunia sedikit
berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat. Negara konsumen utama biji
kakao dunia adalah Belanda yang mengkonsumsi 452 ribu ton pada tahun 2000/01.
Konsumsi negara ini diperkirakan menurun menjadi 418 ribu ton tahun 2001/02 dan
440 ribu ton tahun 2002/03. Selain Belanda, konsumen besar lainnya adalah
Amerika Serikat, diikuti Pantai Gading, Jerman dan Brazil yang masing masing
mengkonsumsi 456 ribu ton, 285 ribu ton, 227 ribu ton dan 195 ribu ton pada
tahun 2000/01. Diperkirakan pada tahun 2001/02 dan 2002/03 konsumsi
negaranegara konsumen utama kakao dunia ini relatif stabil, kecuali Amerika
Serikat dan Jerman yang sedikit mengalami penurunan (International Cocoa
Organization, 2003).
Sementara itu konsumsi cokelat
dunia masih didominasi oleh negara-negara maju terutama masyarakat Eropa yang
tingkat konsumsi rata-ratanya sudah lebih dari 1,87 kg per kapita per tahun.
Konsumsi per kapita tertinggi ditempati oleh Belgia dengan tingkat konsumsi
5,34 kg/kapita/tahun, diikuti Eslandia, Irlandia, Luxemburg, dan Austria
masing-masing 4,88 kg, 4,77 kg, 4,36 kg dan 4,05 kg/kapita/tahun. Selanjutnya
jika dilihat total konsumsi, maka konsumen terbesar cokelat adalah Amerika
Serikat dengan total konsumsi 653 ribu ton atau rata-rata 2,25 ka/kapita/tahun
pada tahun 2001/02. Negara konsumen besar lainnya adalah Jerman, Prancis,
Inggris, Rusia dan Jepang dengan konsumsi masing-masing 283 ribu ton, 215 ribu
ton, 208 ribu ton, 180 ribu ton dan 145 ribu ton. Pada kelompok negara
produsen, hanya Brazil yang dapat dikategorikan sebagai konsumen cokelat utama
dengan total konsumsi sebesar 105,2 ribu ton atau rata-rata 0,6 kg/kapita.
Sedangkan, konsumsi negara produsen lainnya masih sangat rendah. Pantai Gading
hanya mengkonsumsi 8,5 ribu ton, Ghana 10 ribu ton, Nigeria 14 ribu ton dan
Indonesia 12 ribu ton (International Cocoa Organization, 2003).
Produksi kakao Indonesia sebagian
besar diekspor dan hanya sebagian kecilyang digunakan untuk konsumsi dalam negeri.
Produk yang diekspor sebagianbesar (78,5%) dalam bentuk biji kering (produk
primer) dan hanya sebagian kecil(21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama
ekspor kakao Indonesia adalahAmerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura.
Di sisi lain, Indonesia juga
Produksi kakao Indonesia sebagian
besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam
negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78,5%) dalam bentuk biji kering
(produk primer) dan hanya sebagian kecil (21,5%) dalam bentuk hasil olahan.
Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Brazil
dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor biji kakao yang akan
digunakan untuk campuran bahan baku industri pengolahan dalam negeri. Negara
asal impor biji kakao Indonesia antara lain Pantai Gading, Ghana dan Papua New
Guinea (Goenadi et all, 2005)
Kondisi agroklimat, seperti
ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat kimia tanah, ketersediaan
unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman.
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi
& Kakao Jember, tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digolongkan
menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3) dan tidak sesuai (N).
Dengan demikian dapat diketahui tingkat kesesuaian penanaman kakao di suatu
wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan
kimia tanah.
II. PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA KAKAO
II. PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA KAKAO
A. Penilaian Kesesuaian
Lahan
Langkah awal
penilaian kesesuaian lahan adalah melakukan evaluasi sumberdaya lahan yang
merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai
penggunaannya, caranya adalah dengan membandingkan antara persyaratan yang
diperlukan oleh suatu tanaman dan kondisi atau sifat sumberdaya lahan yang ada.
Dalam evaluasi sumber daya lahan, ada 3 aspek penting untuk diperhatikan, aspek
lahan, penggunaan lahan dan ekonomi.
Penilaian
kesesuaian lahan mempunyai manfaat untuk mengetahui potensi sumber daya lahan dalam
mendukung suatu usaha tani tertentu dan memprediksi produksi yang dapat
diperoleh serta tindakan-tindakan agronomi yang mendukung keberhasilan usaha
tani.
Secara umum,
terdapat dua cara menilai lahan, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian secara langsung dilakukan dengan percobaan lapangan, misalnya menanam
suatu tanaman dilahan tertentu kemudian mengevaluasinya. Cara ini memerlukan
waktu yang lama dan secara praktik penggunaannya terbatas. Penilaian secara
tidak langsung dilakukan dengan melakukan asumsi bahwa cirri lahan suatu tempat
(site) dapat memengaruhi keberhasilan
penggunaan lahan itu untuk usaha pertanian. Kualitas suatu lahan dapat
dipelajari dari hasil pengamatan cirri lahan tersebut.
Proses penilaian
lahan secara tidak langsung dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, dari
pencirian lahan yang umumnya dilakukan saat survey tanah, menentukan karakterisasi lahan, hingga
menilai kualitas lahan. Kualitas lahan yang dihubungkan dengan syarat tumbuh
tanaman akan dapat digunakan untuk menilai kesesuaian lahan.
B. Penilaian Kesesuaian
Lahan Kakao
a.
Iklim
Iklim merupakan faktor yang meliputi, curah, hujan,
suhu kelembaban udara, penyinaran matahari, dan kecepatan angin yang antar
unsure tersebut mempunyai hubungan yang rumit.Iklim mempengaruhi pertumbuhan
dan produksi kakao, karena itu, unsure ini perlu diperhatikan dalam membuat
penilaian kesesuaian lahan.
Sebaran curah hujan lebih berpengaruh terhadap
produksi kakao dibandingkan dengan jumlah curah hujan yang tinggi. Alvim(1980) menunjukkan bahwa keragaman
produksi kakao dari tahun ketahun lebih ditentukan oleh sebaran curah
hujan daripada oleh unsure iklim yang
lain. Jumlah curah hujan memengaruhi pola pertunasan kakai (flush). Curah hujan yang tinggi dan
sebaran yang tidak merata akan berpengaruh terhadap flush dan berakibat terhadap produksi kakao.
Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh
ketersediaan air sehingga kakao dapat tumbuh
dan berproduksi dengan baik ditempat yang jumlah curah hujannya relative sedikit tapi merata sepanjang tahun.
Pengelolaan air khususnya pada musim kemarau ditanah yang daya simpan airnya
rendah menentukan produksi kakao.
Proses fisiologi tanaman kakao juga dipengaruhi oleh
suhu udara. Suhu udara yang rendah akan menghambat pembentukan tunas dan bunga (AlvIm, 1980). Sementara itu, suhu udara
yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan
pucuk dan mendorong pertumbuhan cabang serta mengakibatkan daun-daun kurang
berkembang (Wood, 1975). Kelembaban
udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara. Unsur ini berhubungan
dengan timbulnya penyakit yang menyerang kakao. Pada curah hujan yang tinggi, 3
– 6 hari berturut-turut akan menyebabkan kelembaban udara tinggi dan munculnya
cendawan Phytophthora palmivora yang
menjadi penyebab penyakit busuk buah.
Kecepatan angin juga menentukan keberhasilan usaha
tani kakao. Kecepatan angin yang tinggi dan berlangsung lama jelas akan merusak
daun kakao, sehingga rontok dan tanaman menjadi gundul. Kerusakan kakao karena
angin tersebut akan mempunyai dampak terhadap turunnya produksi kakao. Didaerah
pegunungan yang setiap dua tahun sekali dari bulan Januari hingga Maret bertiup
angin kencang bisa mengakibatkan kerusakan pertanaman kakao, sehingga
produksinya hanya setengah dari potensinya.
b.
Tanah
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat kimia tanah
meliputi kadar unsur hara kiro dan makro dalam tanah, kejenuhan basa, kapasitas
pertukaran kation, pH atau kemaswaman tanah, dan kadar bahan organik relative
mudah diperbaiki dengan teknologi yang ada. Sementara itu, sifat fisik tanah
yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kedalaman efektif tanah (solum),
dan akumulasi endapan suatu unsure (konkresi) relative sulit diperbaiki,
meskipun teknologi perbaikannya telah ada. Sifat biologi tanah belum menjadi
pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena hubungannya
belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung sifat tersebut
memengaruhi pertumbuhan tanaman.
1.
Sifat Kimia tanah
Kemasaman
(pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6-6,8 (ackenhorah, 1979). Sifat ini khusus
berlaku untuk tanah atas (top soil),
sedangkan pada tanah bawah (subsoil) keasaman
tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak
basa. Tanah dengan keasaman tinggi menyebabkan kadar unsure hara mikro
seperti Al, Fe dan Mn terlarut sehingga dapat menjadi racun bagi kakao.
Tanah-tanah tua dengan tingkat pelapukan tinggi, umumnya bersifat asam dan Al
tinggi yang mudah diserap tanaman, sehingga akan menghambat perkembangan akar
dan pertumbuhan tanaman.
Tanaman
kakao membutuhkan tanah berkadar organik yang tinggi, yaitu diatas 3 %. Kadar
bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah,
kemampuan penyerapan (absorpsi) hara,
dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa
daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya
melepaskannya untuk diserap akar tanaman.
Kadar
hara mikro dan makro yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah cukup untuk
mendukung pertumbuhan dan produksi kakao. Setiap variasi umur kakao menghendaki
jenis dan jumlah hara yang berbeda.
Kemampuan
tukar kation merupakan kemampuan tanah untuk menyerap hara dan melepaskan
kembali untuk diserap akar. Tanah yang baik untuk kakao menghendaki kemampuan
tukar kation yang tinggi karena umumnya tanahnya subur demikian juga dengan
kejenuhan basanya. Semakin tinggi kejenuhan basanya, tanah tersebut semakin
subur dan baik untuk kakao.
2.
Sifat Fisik Tanah
Jeluk
mempan atau kedalaman tanah yang dapat dijangkau akar secara aktif (effective depth) tidak identik dengan
ketebalan solum tanah. Ketebalan solum merupakan cerminan ketebalan tanah hasil
proses pembentukan tanah. Kedalaman efektif adalah tebalnya lapisan tanah yang
dapat mendukung pertumbuhan akar secara leluasa. Jeluk mempan ditentukan oleh
ada tidaknya atau posisi lapisan pada keras, lapisan kerikil, atau bongkahan
batu yang tidak dapat ditembus akar. Selain itu, faktor dangkal tidaknya
permukaan air tanah juga memengaruhi kedalaman efektif tanah.
Tekstur
tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah, yaitu pasir,
debu dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan kemampuan tanah
mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian di Jawa Barat menunjukkan bahwa
tekstur tanah nyata memengaruhi daya dukung terhadap kakao. Semakin tinggi
kadar lempungnya, semakin rendah daya dukungnya terhadap pertumbuhan kakao (Hardjono, 1986).
3.
Timbulan
Faktor
ini meliputi elevasi, topografi dan tinggi tempat. Kakao tumbuh baik pada lahan
datar atau kemiringan tanah kurang dari 15%. Suhu udara harian idealnya sekitar
28oC, sehingga semakin tinggi tempat, semakin rendah tingkat
kesesuaiannya. Faktor timbulan yang berpengaruh adalah lereng. Hal ini
berkaitan dengan tingkat kesuburan, manajemen pemeliharaan dan pemanenan.
c.
Klasifikasi Kesesuain Lahan Kakao
Tujuan penilaian kesesuaian lahan adalah untuk
mengetahui potensi sumber daya lahan yang dapat digunakan untuk suatu usaha
budi daya tanaman tertentu. Pengetahuan tersebut selanjutnya digunakan untuk
menentukan tingkat kesesuaian lahan tanaman tertentu serta membantu menentukan
langkah-langkah pengelolaan secara rasional dan optimal. Selain itu, dengan
informasi ini tetap dapat melestarikan sumber daya lahan tersebut.
Klasifikasi kesesuaian lahan bertujuaan untuk
menentukan tingkat kesesuaian lahan suatu tanaman, sehingga diperoleh informasi
untuk melakukan tindakan pengelolaan selanjutnya.
Metode klasifikasi kesesuaian lahan kakao yang
digunakan adalah metode yang dikembangkan oleh Food Of Agricultural Organization (FAO). Metode ini lebih
menekankan pada kondisi lahan saat evaluasi, tanpa adanya perbaikan yang
berarti. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat sebagai lembaga rujukan utama
dalam bidang pertanahan untuk pertanian di Indonesia banyak bekerjasama dengan
FAO.
Struktur system klasifikasi kesesuaian lahan kakao
terdiri atas empat kategori sebagai berikut.
1. Ordo kesesuaian lahan (order),
menunjukkan jenis atau macam kesesuaian.
2. Kelas kesesuaian lahan (class),
menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
3. Sub kelas kesesuaian lahan (subclass),
menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan didalam kelas.
4. Satuan kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil
yang diperlukan dalam pengelolaan didalam subkelas.
Kesesuaian
lahan dalam tingkat ordo menunjukkan sesuai atau tidaknya lahan untuk
penggunaan tertentu. Oleh karena itu, berdasarkan kesesuaian lahannya, ordo
dibagi menjadi dua sebagai berikut.
1. Ordo S atau Sesuai (Suitable).
Lahan yang dapat digunakan untuk maksud tertentu, tanpa atau dengan sedikit
resiko keruwsakan terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan
akan melebihi masukan yang diberikan.
2. Ordo N atau tidak sesuai (not
suitable). Lahan yang tidak dapat dipergunakan untuk maksud tertentu karena
mempunyai faktor pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah penggunannya secara
lestari.
Kelas kesesuaian lahan terdiri atas tiga kelas yang
menunjukkan tingkat kesesuaiannya dari kelas yang tertinggi hingga yang
terendah.
1. Kelas S1. Lahan yang
sangat sesuai, yaitu lahan tanpa faktor pembatas nyata apabila digunakan, atau
hanya sedikit pembatas yang tidak secara nyata mengurangi produktivitas dan
keuntungan serta tidak meningkatkan masukan melebihi aras taraf yang dapat
diterima
.
2. Kelas S2. Lahan yang
cukup sesuai, yaitu lahan dengan faktor-faktor pembatas yang apabila
bekerjasama akan menghambat dukungan pertumbuhan tanaman tertentu. Penghambat
tersebut akan mengurangi produktivitas atau keuntungang dan meningkatkan
masukan yang diperlukan sehingga ada keuntungan keseluruhan yang diperoleh dari
penggunaan tersebut.
3. Kelas S3. Lahan yang
kurang sesuai, yaitu faktor-faktor pembatas yang apabila bekerjasama akan
sangat menghambat dukungan terhadap pertumbuhan tanaman tertentu. Penghambat
tersebut sangat memengaruhi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan
masukan yang diperlukan sehingga keuntungan keseluruhan yang diperoleh dari
penggunaan sangat rendah, bahkan tidak untung. Pemakain lahan kelas ini
dipertimbangkan marginal ( membutuhkan input besar untuk memperoleh hasil cukup
sehingga keuntungan terbatas).
Sub kelas mencerminkan jenis faktor pembatas atau
perbaikan yang diperlukan dalam kelas (Anonim,
1976). Sub kelas dinyatakan dengan symbol huruf kecil yang menyatakan peringatan
adanya pembatas tertentu. Symbol sub kelas dan artinya sebagai pembatas lahan
dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Simbol subkelas dan artinya sebagai pembatas
kelas lahan
Simbol
|
Arti
|
C
|
Iklim
|
T
|
Elevasi
|
S
|
Kemiringan lahan
|
R
|
Sifat fisik tanah
|
N
|
Ketersediaan hara
|
D
|
Genangan, kelas pangatusan (drainase)
|
X
|
Keracunan (toksisitas)
|
d.
Tata Cara Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao
Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam melakukan penilaian lahan dan membuat kelas
kesesuaian lahannya meliputi tiga hal sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data yang terkait dengan kualitas dan sifat lahan,
umumnya dilakukan dalam bentuk survey tanah.
2. Menentukan kebutuhan tanaman sesuai dengan syarat
pertumbuhannya.
3. Membandingkan antara sifat dan kualitas lahan dengan syarat tumbuh
tanaman.
Seperti halnya
langkah penilaian kesesuaian lahan pada umumnya, pada kakao tahapan aktivitas
yang sama juga dilakukan. Klasifikasi lahan kakao disajikan dalam table 2.
Tabel 2. Kriteria teknis kesesuaian lahan untuk kakao
Tolak Ukur
|
Kelas Kesesuaian
Lahan
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N
|
|
c. Iklim :
- curah hujan
tahunan (mm)
- Lama Bulan
Kering (<60mm span="">60mm>
|
1500-2500
0-1
|
1250-1500
2500-3000
1-3
|
1100-1250
3000-4000
3-5
|
<1100 span="">1100>
>4000
>5
|
t. Elevasi (meter
dpl.)
- kakao mulia
- kakao lindak
|
0-600
0-300
|
600-700
300-450
|
700-800
450-600
|
>800
>600
|
s. Kemiringan
Lahan
|
0-8
|
8-15
|
15-45
|
>45
|
r. Sifat Fisik
Tanah
- Kedalaman
Efektif (cm)
- Tekstur
- Persentase batu
dipermukaan
|
> 150
Sandy loam,
clayloam, silt loam, silty clay, loam
0
|
100-150
0-3
|
60-100
Strukturd clay
3-15
|
<60 span="">60>
Gravel, sand,
massive clay
>15
|
n. Ketersediaan
hara (0-30 cm)
- pH
- C-organik (%)
- KPK (me/100g)
- KB (%)
- N
- P
- K
|
6-7
2-5
>15
>35
Sedang-sangat
tinggi
Sedang-sangat
tinggi
Sedang-sangat
tinggi
|
5,0-6,0
7,0-7,5
1-2
5-10
10-15
20-35
Rendah
Rendah
Rendah
|
4-5
7,5-8
0,5-1
10-15
5-10
<20 span="">20>
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
|
<4 .0="" span="">4>
>8,0
<0 span="">0>
>15
<5 span="">5>
-
-
-
-
|
e. Genangan, Kelas Drainase
|
well
|
Moderately well
|
Somewhat poor, somewhat excessive
|
Excessivedry poor
|
x. Keracunan
(toksisitas)
- salinitas (mm
hos/cm)
- Kejenuhan Al
(%)
|
<1 span="">1>
<5 span="">5>
|
1-3
5-20
|
3-6
20-60
|
>6
>60
|
Klasifikasi lahan kakao ini ditekankan pada faktor
pembatas, sehingga kelas lahan ditulis berdasar faktor pembatas yang ada. Kelas
lahan kakao S3d, artinya lahan tersebut sesuai dengan faktor pembatas berupa
iklim (bulan kering yang panjang.
III.
PERSIAPAN DAN KONSERVASI LAHAN
A.
Prinsip Konservasi Tanah
Kegiatan
konservasi tanah diperlukan dalam budi
daya tanaman kakao karena curah hujan tidak dapat seluruhnya masuk kedalam
tanah. Namun sebagian air hujan tidak dapat seluruhnya masuk kedalam tanah.
Namun sebagian air hujan justru mengalir diatas permukaan tanah dan menyebabkan
erosi. Pertanaman dengan tajuk yang rapat dan ditumbuhi tanaman penutup tanah,
tingkat erosinya relative kecil karena pukulan curah hujan tertahan oleh tajuk
tanaman dan tanaman penutup tanah. Akibatnya, agregat tanah permukaan tidak
hancur dan terangkut oleh aliran permukaan.
Disamping, itu
adanya penutupan lahan bisa menambah suplai bahan organik yang berasal dari
seresah tanaman dan dekomposisi bagian tanaman yang telah mati. System
perakaran yang telah mati dan terdekomposisi bisa meninggalkan saluran-saluran
air dalam tanah. Adanya saluran air ini akan meningkatkan kapasitas infiltrasi
tanah.
Lahan dengan
tanaman penutup tanah yang baik bisaanya memiliki kapasitas infiltrasi relative
tinggi, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh diatas tanah dapat meresap
kedalam tanah. Sementara itu, air yang mengalir diatas permukaan tanah dan
terjadinya erosi bisa diperkecil.
Kurangnya
penutupan lahan dan menurunnya kapasitas infiltrasi akibat pembabatan hutan
menyebabkan air hujan yang masuk kedalam tanah berkurang, sedangkan air yang
mengalir diatas permukaan tanah meningkat. Air yang mengalir dipermukaan tanah
ini akan mengangkut partikel-partikel tanah permukaan yang hancur karena tidak
terlindung dari pukulan air hujan. Semakin intensif pengurangan penutupan lahan
dan permukaan tanah, semakin besar juga aliran permukaan dan pengangkutan
tanah. Akibatnya, tanah semakin rusak dan kurang mampu mendukung pertumbuhan
tanaman diatasnya.
Analog dengan
mekanisme diatas, kerusakan tanah oleh erosi dapat terjadi dilahan yang
dibudidayakan untuk tanaman pertanian. Kebijakan dlam mengelola lahan akan
menentukan besarnya erosi dan kecepatan kerusakan tanah dilahan-lahan
pertanian. Karena itu pilihan komposisi pertanaman dan praktik bercocok tanam
yang diterapkan atas suatu lahan sebaiknya mengindahkan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air.
B.
Erosi dan Dampaknya Terhadap Tanaman
Erosi
didefenisikan sebagai pemindahan atau pengangkutan tanah dari suatu tempat
ketempat lain yang lebih rendah melalui media air atau angin. Didaerah tropis
media penyebab erosi yang umum adalah air. Erosi dianggap sebagai penyebab
kerusakan tanah yang utama karena melalui proses ini kerusakan tanah dapat
terjadi dalam waktu yang relative singkat, bergantung kepada besar dan kekuatan
media pengangkut tanah.
Erosi yang
terjadi diareal pertanian dapat menyebabkan hilangnya lapisan permukaan tanah
yang subur dan diganti dengan munculnya lapisan tanah bawah yang relative
kurang subur. Kurang suburnya tanah dilapisan bawah disebabkan oleh tanah lebih
mampat, kadar bahan organik sangat rendah, hara tanah yang berasal dari
hasilmpenguraian seresah tanaman rendah, struktur tanah memiliki imbangan
porositas lebih buruk, dan sifat-sifat lain dengan daya dukung yang lebih
rendah terhadap pertumbuhan tanaman. Karena itu, erosi dianggap faktor penyebab
utama degradasi lahan pertanian didaerah tropika basah.
Akibat erosi,
daya dukung tanah terhadap pertumbuhan tanaman terhambat, produksi merosot,
serta respon tanaman terhadap pemupukan berkurang sehingga tidak ada lagi
produk yang dapat diharapkan dari pertanaman.
C.
Persiapan Lahan
Setelah lahan
dibuka, pohon yang tidak berfungsi sebagai penaung ditebang, dan lahan
dibersihkan dari semak dan gulma, kegiatan selanjutnya adalah mempersiapkan
lahan pertanaman kakao. Agar produksi kakao selama masa produktif tinggi perlu
diciptakan kondisi lingkungan pertumbuhan dengan menerapkan teknik konservasi
tanah dan air. Untuk mengatur cahaya dan iklim mikro, tanaman kakao memerlukan
tanaman penaung.
Kondisi tanah
dilapangan belum tentu memenuhi syarat sebagai media tumbuh tanaman muda.
Karena itu, pengolahan tanah, minimal dalam bentuk lubang tanam perlu dilakukan
agar tanaman kakao bisa tumbuh dilingkungan yang optimal sejak tanaman muda
sampai akhir masa produktif.
Budidaya yang
menerapkan azas konservasi tanah dan air perlu melakukan pembuatan teras,
penanaman menurut kontur, pembuatan saluran pembuangan air hujan dan drainase
menurut kontur, serta pembuatan rorak (galian yang dibuat disebelah pokok
tanaman untuk menempatkan pupuk organik dan dapat berfungsi sebagai lubang
drainase). Semua kegiatan ini bisa menekan erosi dengan cara menurunkan laju
aliran permukaan, memperbesar penyerapan air kedalam tanah, dan mencegah
akumulasi air hujan yang dapat mengalir dengan kekuatan merusak. Pembuatan
teras diterapkan dilahan miring. Sementara itu, pembuatan rorak dilakukan
dilahan miring dan lahan datar.
Saluran drainase
bisaanya dibuat dipinggir blok kebun atau disisi kanan dan kiri jalan kebun.
Saluran drainase berfungsi untuk membuang aliran hujan berlebih keluar hamparan
lahan pertanaman menuju selokan yang lebih besar. Namun, pada kondisi yang
lebih spesifik saluran drainase diperlukan untuk mengatasi masalah air
menggenang, kondisi salinitas, dan alkalinitas tanah. Bahkan, dilahan –lahan
pertanian yang terletak diwilayah curah hujan dan intensitas tinggi, saluran
drainase bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas tanah.
a.
Pembuatan Teras
Ada tiga jenis teras yang selama ini dikenal, yaitu
teras bangku, teras gulud dan teras individu. Teras tersebut dibuat searah
dengan garis kontur, agar aliran air didalam teras tidak deras. Garis komtur
adalah garis yang menghubungkan titik-titik lokasi atau tempat yang memiliki
ketinggian (elevasi) sama. Jenis teras yang dibuat harus disesuaikan dengan
kondisi lahan, kemiringan lahan, kedalaman efektif tanah (jeluk tanah), dan
kepekaan tanah terhadap erosi.
Pembuatan teras pada kedalaman tanah yang dangkal
cenderung membuat kedalamn efektif tanah menjadi semakin dangkal, sehingga
daerah perakaran menjadi semakin sempit. Pada kondisi tanah seperti ini, teras
yang dibuat sebaiknya disesuaikan dengan kedalaman efektif yang ada.
Dilahan yang miring, pergerakan air akan semakin
cepat, volume air yang mengalir diatas permukaan tanah akan semakin besar
sehingga kekuatan merusak semakin besar. Akibatnya, sering terjadi erosi. Untuk
mengatasi keadaan ini, sebaiknya lahan dibuat teras yang secara efektif mampu
menekan kecepatan aliran air sekaligus memberikan peluang peresapan air hujan
kedalam tanah. Bentuk teras yang tahan terhadap kecepatan aliran yang deras dan
memperbesar peresapan air kedalam tanah adalah teras bangku, kemudian disusul
teras gulud dan teras individu.
Pemilihan bentuk teras harus tetap memerhatikan
kesesuaian jeluk efektif yang tersisa bagi tanaman kakao. Pembuatan teras
dilahan yang tanahnya peka terhadap erosi harus mempertimbangkan efektifitasnya
dalam menekan volume dan kecepatan aliran permukaan. Selain membuat teras,
aliran permukaan lahan yang agregat tanahnya mudah hancur bisa diperkecil
dengan menanam tanaman penutup tanah. Adanya tanaman penutup tanah bisa
menyebabkan agregat tanah menjadi lebih stabil, tidak mudah hancur, serta
tidak mudah terangkut aliran air diatas
permukaan tanah (aliran permukaan).
b.
Bentuk Teras
-
Teras Bangku
Teras bangku adalah teras yang dibuat memotong lereng
dan meratakan tanah dibagian bawah, sehingga membentuk susunan seperti tangga.
Teras bangku tidak dianjurkan untuk tanah-tanah yang mudah longsor, jeluk
tanahnya dangkal, atau lapisan tanah bawah mengandung unsure yang tersedia
berlebihan dan dapat meracuni tanaman. Teras bangku perlu dibuat sedikit miring
kedalam sehingga bibir teras sedikit lebih tinggi daripada dalam teras.
Tujuannya, agar aliran permukaan memiliki peluang lebih besar untuk meresap
kedalam tanah.
Tebing teras dapat diperkuat dengan rerumputan atau
tanaman merambat lain. Bibir teras juga dapat ditanami dengan tanaman penguat
teras untuk memperkuat teras dari kemungkinan longsor. Hasil penelitian Pujiyanto et al (2001) menunjukkan
tanaman penguat teras seperti Vetiveria
zizanioides terbukti meningkatkan stabilitas teras bangku disamping dapat
digunakan sebagai sumber pupuk organik. Saluran drainase dilahan dengan teras
bangku dibuat bukan dipinggir teras, melainkan tepat dibawah tebing teras
diatasnya.
Gambar 1. Ilustrasi Teras Bangku
-
Teras Gulud
Teras gulud dibuat dengan memotong lereng sesuai
dengan kontur dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Teras gulud
sebaiknya dibuat bdilahan yang kedalaman tanahnya dangkal dan kemiringan lahan
kurang dari 15%. Dilahan yang kedalaman tanahnya dangkal tidak mungkin dibuat
teras bangku karena teras bangku cenderung akan memperdangkal kedalaman efektif
tanah. Akibatnya daerah perakaran minimal yang diperlukan tanaman kakao dewasa
untuk tumbuh normal tidak terpenuhi. Kedalaman efektif minimum untuk tanaman
kakao dewasa adalah 60 cm. saluran drainase dilahan dengan teras gulud dibuat
dipinggir teras disebelah dalam guludan.
Gambar 2. Ilustrasi Teras Gulud
-
Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat dengan
meratakan tanah disekitar pokok tanaman dengan garis tengah 1-1,5 meter. Teras
individu merupakan satu-satunya teras yang dapat dibuat dilahan yang
kemiringannya lebih dari 45%. Piringan teras perlu dibuat sedikit miring kedalam
seperti pada teras bangku.
Gambar 3. Ilustrasi Teras Individu
-
Manfaat Teras
·
Memperpendek panjang lereng
dan menurunkan kemiringan lereng
·
Memperlambat laju aliran
permukaan dan menyalurkannya dengan kekuatan yang tidak merusak
·
Meningkatkan laju
infiltrasi air kedalam tanah
·
Mencegah akumulasi air
hujan dan aliran permukaan yang dapat mengalir dengan kekuatan yang merusak
·
Mempermudah pengelolaan
tanah dan pertanaman.
Tabel 3. Hubungan
Jeluk tanah efektif, kecuraman lereng, dan kepekaan tanah terhadap erosi dengan
bentuk teras yang dipilih
Jeluk Tanah Kepekaan Erosi
|
Lebih dari 90 cm
|
40 – 90 cm
|
Kurang dari 40 cm
|
|||
Kurang
|
Tinggi
|
Kurang
|
Tinggi
|
Kurang
|
Tinggi
|
|
Lereng (%)
|
||||||
0-15
|
G/B
|
G/B
|
G/B
|
G/B
|
G
|
G
|
15-30
|
G/B
|
G/B
|
G/B
|
B
|
G
|
G
|
30-45
|
B
|
B
|
B
|
B
|
I
|
I
|
Lebih dari 45
|
B/I
|
B/I
|
B/I
|
B/I
|
I
|
I
|
Sumber : Pusat
Penelitian Kopi dan kakao, 1998
Keterangan : G=
Gulud; B= Bangku; I= Individu
DAFTAR PUSTAKA
1. Alvim, Enviromental Requirement of Cocoa With Emphasis on
Responses to Shde And Moisture Stress, Kuala Lumpur: Proceeding International
Conference Cocoa & Coconuts, 1980.
2. Buku Pintar- Budidaya kakao, Pusat penelitan Kopi dan Kakao
Indonesia, 2010
3. Goenadi,
D.H., Baon, J.B., Herman, dan Purwoto, A. 2005.
4. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, Pedoman Teknis Budi
Daya Tanaman Kakao, 1998
5. Prospek
dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI.
6. Winarno,
H. 2006. Budidaya Tanaman Kakao. Agromania
Penulis : Khasril Atrisiandy
ditulis sebagai bahan Modul Pelatihan Teknis Budidaya Kakao
Balai Pelatihan Pertanian Jambi-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar