16 September 2014

Penilaian Kesesuaian Lahan Budidaya Kakao


I.              PENDAHULUAN
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun.
Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan – perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003).
Komoditi kakao dapat digunakan dalam berbagai macam produk. Biji buah kakao (cokelat) yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan lain–lain. Buah cokelat yang tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak.
Konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda yang mengkonsumsi 452 ribu ton pada tahun 2000/01. Konsumsi negara ini diperkirakan menurun menjadi 418 ribu ton tahun 2001/02 dan 440 ribu ton tahun 2002/03. Selain Belanda, konsumen besar lainnya adalah Amerika Serikat, diikuti Pantai Gading, Jerman dan Brazil yang masing masing mengkonsumsi 456 ribu ton, 285 ribu ton, 227 ribu ton dan 195 ribu ton pada tahun 2000/01. Diperkirakan pada tahun 2001/02 dan 2002/03 konsumsi negaranegara konsumen utama kakao dunia ini relatif stabil, kecuali Amerika Serikat dan Jerman yang sedikit mengalami penurunan (International Cocoa Organization, 2003).
Sementara itu konsumsi cokelat dunia masih didominasi oleh negara-negara maju terutama masyarakat Eropa yang tingkat konsumsi rata-ratanya sudah lebih dari 1,87 kg per kapita per tahun. Konsumsi per kapita tertinggi ditempati oleh Belgia dengan tingkat konsumsi 5,34 kg/kapita/tahun, diikuti Eslandia, Irlandia, Luxemburg, dan Austria masing-masing 4,88 kg, 4,77 kg, 4,36 kg dan 4,05 kg/kapita/tahun. Selanjutnya jika dilihat total konsumsi, maka konsumen terbesar cokelat adalah Amerika Serikat dengan total konsumsi 653 ribu ton atau rata-rata 2,25 ka/kapita/tahun pada tahun 2001/02. Negara konsumen besar lainnya adalah Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan Jepang dengan konsumsi masing-masing 283 ribu ton, 215 ribu ton, 208 ribu ton, 180 ribu ton dan 145 ribu ton. Pada kelompok negara produsen, hanya Brazil yang dapat dikategorikan sebagai konsumen cokelat utama dengan total konsumsi sebesar 105,2 ribu ton atau rata-rata 0,6 kg/kapita. Sedangkan, konsumsi negara produsen lainnya masih sangat rendah. Pantai Gading hanya mengkonsumsi 8,5 ribu ton, Ghana 10 ribu ton, Nigeria 14 ribu ton dan Indonesia 12 ribu ton (International Cocoa Organization, 2003).
Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecilyang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagianbesar (78,5%) dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil(21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalahAmerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga
Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78,5%) dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil (21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor biji kakao yang akan digunakan untuk campuran bahan baku industri pengolahan dalam negeri. Negara asal impor biji kakao Indonesia antara lain Pantai Gading, Ghana dan Papua New Guinea (Goenadi et all, 2005)
Kondisi agroklimat, seperti ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat kimia tanah, ketersediaan unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao Jember, tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Dengan demikian dapat diketahui tingkat kesesuaian penanaman kakao di suatu wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah.

II.            PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA KAKAO
A.   Penilaian Kesesuaian Lahan
Langkah awal penilaian kesesuaian lahan adalah melakukan evaluasi sumberdaya lahan yang merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya, caranya adalah dengan membandingkan antara persyaratan yang diperlukan oleh suatu tanaman dan kondisi atau sifat sumberdaya lahan yang ada. Dalam evaluasi sumber daya lahan, ada 3 aspek penting untuk diperhatikan, aspek lahan, penggunaan lahan dan ekonomi.

Penilaian kesesuaian lahan mempunyai manfaat untuk mengetahui potensi sumber daya lahan dalam mendukung suatu usaha tani tertentu dan memprediksi produksi yang dapat diperoleh serta tindakan-tindakan agronomi yang mendukung keberhasilan usaha tani.

Secara umum, terdapat dua cara menilai lahan, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung dilakukan dengan percobaan lapangan, misalnya menanam suatu tanaman dilahan tertentu kemudian mengevaluasinya. Cara ini memerlukan waktu yang lama dan secara praktik penggunaannya terbatas. Penilaian secara tidak langsung dilakukan dengan melakukan asumsi bahwa cirri lahan suatu tempat (site) dapat memengaruhi keberhasilan penggunaan lahan itu untuk usaha pertanian. Kualitas suatu lahan dapat dipelajari dari hasil pengamatan cirri lahan tersebut.

Proses penilaian lahan secara tidak langsung dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, dari pencirian lahan yang umumnya dilakukan saat survey  tanah, menentukan karakterisasi lahan, hingga menilai kualitas lahan. Kualitas lahan yang dihubungkan dengan syarat tumbuh tanaman akan dapat digunakan untuk menilai kesesuaian lahan.

B.   Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao
a.    Iklim
Iklim merupakan faktor yang meliputi, curah, hujan, suhu kelembaban udara, penyinaran matahari, dan kecepatan angin yang antar unsure tersebut mempunyai hubungan yang rumit.Iklim mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao, karena itu, unsure ini perlu diperhatikan dalam membuat penilaian kesesuaian lahan.

Sebaran curah hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao dibandingkan dengan jumlah curah hujan yang tinggi. Alvim(1980) menunjukkan bahwa keragaman produksi kakao dari tahun ketahun lebih ditentukan oleh sebaran curah hujan  daripada oleh unsure iklim yang lain. Jumlah curah hujan memengaruhi pola pertunasan kakai (flush). Curah hujan yang tinggi dan sebaran yang tidak merata akan berpengaruh terhadap flush dan berakibat terhadap produksi kakao.

Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air sehingga kakao dapat tumbuh  dan berproduksi dengan baik ditempat yang jumlah curah hujannya  relative sedikit tapi merata sepanjang tahun. Pengelolaan air khususnya pada musim kemarau ditanah yang daya simpan airnya rendah menentukan produksi kakao.

Proses fisiologi tanaman kakao juga dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu udara yang rendah akan menghambat pembentukan tunas dan bunga (AlvIm, 1980). Sementara itu, suhu udara yang tinggi dapat menghambat  pertumbuhan pucuk dan mendorong pertumbuhan cabang serta mengakibatkan daun-daun kurang berkembang (Wood, 1975). Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara. Unsur ini berhubungan dengan timbulnya penyakit yang menyerang kakao. Pada curah hujan yang tinggi, 3 – 6 hari berturut-turut akan menyebabkan kelembaban udara tinggi dan munculnya cendawan Phytophthora palmivora yang menjadi penyebab penyakit busuk buah.

Kecepatan angin juga menentukan keberhasilan usaha tani kakao. Kecepatan angin yang tinggi dan berlangsung lama jelas akan merusak daun kakao, sehingga rontok dan tanaman menjadi gundul. Kerusakan kakao karena angin tersebut akan mempunyai dampak terhadap turunnya produksi kakao. Didaerah pegunungan yang setiap dua tahun sekali dari bulan Januari hingga Maret bertiup angin kencang bisa mengakibatkan kerusakan pertanaman kakao, sehingga produksinya hanya setengah dari potensinya.

b.    Tanah
Sifat-sifat tanah yang memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara kiro dan makro dalam tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, pH atau kemaswaman tanah, dan kadar bahan organik relative mudah diperbaiki dengan teknologi yang ada. Sementara itu, sifat fisik tanah yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi, kedalaman efektif tanah (solum), dan akumulasi endapan suatu unsure (konkresi) relative sulit diperbaiki, meskipun teknologi perbaikannya telah ada. Sifat biologi tanah belum menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung sifat tersebut memengaruhi pertumbuhan tanaman.

1.    Sifat Kimia tanah
Kemasaman (pH) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6-6,8 (ackenhorah, 1979). Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan pada tanah bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam, atau agak  basa. Tanah dengan keasaman tinggi menyebabkan kadar unsure hara mikro seperti Al, Fe dan Mn terlarut sehingga dapat menjadi racun bagi kakao. Tanah-tanah tua dengan tingkat pelapukan tinggi, umumnya bersifat asam dan Al tinggi yang mudah diserap tanaman, sehingga akan menghambat perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman.
Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar organik yang tinggi, yaitu diatas 3 %. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah. Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar tanaman.
Kadar hara mikro dan makro yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan dan produksi kakao. Setiap variasi umur kakao menghendaki jenis dan jumlah hara yang berbeda.
Kemampuan tukar kation merupakan kemampuan tanah untuk menyerap hara dan melepaskan kembali untuk diserap akar. Tanah yang baik untuk kakao menghendaki kemampuan tukar kation yang tinggi karena umumnya tanahnya subur demikian juga dengan kejenuhan basanya. Semakin tinggi kejenuhan basanya, tanah tersebut semakin subur dan baik untuk kakao.
2.    Sifat Fisik Tanah
Jeluk mempan atau kedalaman tanah yang dapat dijangkau akar secara aktif (effective depth) tidak identik dengan ketebalan solum tanah. Ketebalan solum merupakan cerminan ketebalan tanah hasil proses pembentukan tanah. Kedalaman efektif adalah tebalnya lapisan tanah yang dapat mendukung pertumbuhan akar secara leluasa. Jeluk mempan ditentukan oleh ada tidaknya atau posisi lapisan pada keras, lapisan kerikil, atau bongkahan batu yang tidak dapat ditembus akar. Selain itu, faktor dangkal tidaknya permukaan air tanah juga memengaruhi kedalaman efektif tanah.

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah, yaitu pasir, debu dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan kemampuan tanah mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian di Jawa Barat menunjukkan bahwa tekstur tanah nyata memengaruhi daya dukung terhadap kakao. Semakin tinggi kadar lempungnya, semakin rendah daya dukungnya terhadap pertumbuhan kakao (Hardjono, 1986).

3.    Timbulan
Faktor ini meliputi elevasi, topografi dan tinggi tempat. Kakao tumbuh baik pada lahan datar atau kemiringan tanah kurang dari 15%. Suhu udara harian idealnya sekitar 28oC, sehingga semakin tinggi tempat, semakin rendah tingkat kesesuaiannya. Faktor timbulan yang berpengaruh adalah lereng. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesuburan, manajemen pemeliharaan dan pemanenan.

c.    Klasifikasi Kesesuain Lahan Kakao
Tujuan penilaian kesesuaian lahan adalah untuk mengetahui potensi sumber daya lahan yang dapat digunakan untuk suatu usaha budi daya tanaman tertentu. Pengetahuan tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan tanaman tertentu serta membantu menentukan langkah-langkah pengelolaan secara rasional dan optimal. Selain itu, dengan informasi ini tetap dapat melestarikan sumber daya lahan tersebut.

Klasifikasi kesesuaian lahan bertujuaan untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan suatu tanaman, sehingga diperoleh informasi untuk melakukan tindakan pengelolaan selanjutnya.

Metode klasifikasi kesesuaian lahan kakao yang digunakan adalah metode yang dikembangkan oleh Food Of Agricultural Organization (FAO). Metode ini lebih menekankan pada kondisi lahan saat evaluasi, tanpa adanya perbaikan yang berarti. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat sebagai lembaga rujukan utama dalam bidang pertanahan untuk pertanian di Indonesia banyak bekerjasama dengan FAO.

Struktur system klasifikasi kesesuaian lahan kakao terdiri atas empat kategori sebagai berikut.
1.    Ordo kesesuaian lahan (order), menunjukkan jenis atau macam kesesuaian.
2.    Kelas kesesuaian lahan (class), menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
3.    Sub kelas kesesuaian lahan (subclass), menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan didalam kelas.
4.    Satuan kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan didalam subkelas.

Kesesuaian lahan dalam tingkat ordo menunjukkan sesuai atau tidaknya lahan untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu, berdasarkan kesesuaian lahannya, ordo dibagi menjadi dua sebagai berikut.
1.    Ordo S atau Sesuai (Suitable). Lahan yang dapat digunakan untuk maksud tertentu, tanpa atau dengan sedikit resiko keruwsakan terhadap sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan akan melebihi masukan yang diberikan.
2.    Ordo N atau tidak sesuai (not suitable). Lahan yang tidak dapat dipergunakan untuk maksud tertentu karena mempunyai faktor pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah penggunannya secara lestari.

Kelas kesesuaian lahan terdiri atas tiga kelas yang menunjukkan tingkat kesesuaiannya dari kelas yang tertinggi hingga yang terendah.
1.    Kelas S1. Lahan yang sangat sesuai, yaitu lahan tanpa faktor pembatas nyata apabila digunakan, atau hanya sedikit pembatas yang tidak secara nyata mengurangi produktivitas dan keuntungan serta tidak meningkatkan masukan melebihi aras taraf yang dapat diterima
.
2.    Kelas S2. Lahan yang cukup sesuai, yaitu lahan dengan faktor-faktor pembatas yang apabila bekerjasama akan menghambat dukungan pertumbuhan tanaman tertentu. Penghambat tersebut akan mengurangi produktivitas atau keuntungang dan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga ada keuntungan keseluruhan yang diperoleh dari penggunaan tersebut.

3.    Kelas S3. Lahan yang kurang sesuai, yaitu faktor-faktor pembatas yang apabila bekerjasama akan sangat menghambat dukungan terhadap pertumbuhan tanaman tertentu. Penghambat tersebut sangat memengaruhi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga keuntungan keseluruhan yang diperoleh dari penggunaan sangat rendah, bahkan tidak untung. Pemakain lahan kelas ini dipertimbangkan marginal ( membutuhkan input besar untuk memperoleh hasil cukup sehingga keuntungan terbatas).

Sub kelas mencerminkan jenis faktor pembatas atau perbaikan yang diperlukan dalam kelas (Anonim, 1976). Sub kelas dinyatakan dengan symbol huruf kecil yang menyatakan peringatan adanya pembatas tertentu. Symbol sub kelas dan artinya sebagai pembatas lahan dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Simbol subkelas dan artinya sebagai pembatas kelas lahan
Simbol
Arti
C
Iklim
T
Elevasi
S
Kemiringan lahan
R
Sifat fisik tanah
N
Ketersediaan hara
D
Genangan, kelas pangatusan (drainase)
X
Keracunan (toksisitas)

d.    Tata Cara Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penilaian lahan dan membuat kelas kesesuaian lahannya meliputi tiga hal sebagai berikut.
1.    Mengumpulkan data yang terkait dengan kualitas dan sifat lahan, umumnya dilakukan dalam bentuk survey tanah.
2.    Menentukan kebutuhan tanaman sesuai dengan syarat pertumbuhannya.
3.    Membandingkan antara sifat dan kualitas lahan dengan syarat tumbuh tanaman.

Seperti halnya langkah penilaian kesesuaian lahan pada umumnya, pada kakao tahapan aktivitas yang sama juga dilakukan. Klasifikasi lahan kakao disajikan dalam table 2.
 Tabel 2. Kriteria teknis kesesuaian lahan untuk kakao
Tolak Ukur
Kelas Kesesuaian Lahan
S1
S2
S3
N
c. Iklim :
- curah hujan tahunan (mm)

- Lama Bulan Kering (<60mm span="">

1500-2500

0-1

1250-1500
2500-3000
1-3

1100-1250
3000-4000
3-5

<1100 span="">
>4000
>5
t. Elevasi (meter dpl.)
- kakao mulia
- kakao lindak


0-600
0-300

600-700
300-450


700-800
450-600

>800
>600
s. Kemiringan Lahan
0-8
8-15
15-45
>45
r. Sifat Fisik Tanah
- Kedalaman Efektif (cm)
- Tekstur



- Persentase batu dipermukaan

> 150
Sandy loam, clayloam, silt loam, silty clay, loam
0



100-150




0-3

60-100
Strukturd clay



3-15

<60 span="">
Gravel, sand, massive clay


>15
n. Ketersediaan hara (0-30 cm)
- pH

- C-organik (%)

- KPK (me/100g)
- KB (%)
- N

- P

- K

6-7

2-5

>15
>35
Sedang-sangat tinggi
Sedang-sangat tinggi
Sedang-sangat tinggi

5,0-6,0
7,0-7,5
1-2
5-10
10-15
20-35
Rendah

Rendah

Rendah


4-5
7,5-8
0,5-1
10-15
5-10
<20 span="">
Sangat  rendah

Sangat  rendah

Sangat  rendah

<4 .0="" span="">
>8,0
<0 span="">
>15
<5 span="">
-
-

-

-
e.  Genangan, Kelas Drainase
well
Moderately well
Somewhat poor, somewhat excessive
Excessivedry poor
x. Keracunan (toksisitas)
- salinitas (mm hos/cm)
- Kejenuhan Al (%)

<1 span="">
<5 span="">

1-3
5-20

3-6
20-60

>6
>60

Klasifikasi lahan kakao ini ditekankan pada faktor pembatas, sehingga kelas lahan ditulis berdasar faktor pembatas yang ada. Kelas lahan kakao S3d, artinya lahan tersebut sesuai dengan faktor pembatas berupa iklim (bulan kering yang panjang.
 III.           PERSIAPAN DAN KONSERVASI LAHAN

A.           Prinsip Konservasi Tanah
Kegiatan konservasi tanah diperlukan  dalam budi daya tanaman kakao karena curah hujan tidak dapat seluruhnya masuk kedalam tanah. Namun sebagian air hujan tidak dapat seluruhnya masuk kedalam tanah. Namun sebagian air hujan justru mengalir diatas permukaan tanah dan menyebabkan erosi. Pertanaman dengan tajuk yang rapat dan ditumbuhi tanaman penutup tanah, tingkat erosinya relative kecil karena pukulan curah hujan tertahan oleh tajuk tanaman dan tanaman penutup tanah. Akibatnya, agregat tanah permukaan tidak hancur dan terangkut oleh aliran permukaan.

Disamping, itu adanya penutupan lahan bisa menambah suplai bahan organik yang berasal dari seresah tanaman dan dekomposisi bagian tanaman yang telah mati. System perakaran yang telah mati dan terdekomposisi bisa meninggalkan saluran-saluran air dalam tanah. Adanya saluran air ini akan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.
Lahan dengan tanaman penutup tanah yang baik bisaanya memiliki kapasitas infiltrasi relative tinggi, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh diatas tanah dapat meresap kedalam tanah. Sementara itu, air yang mengalir diatas permukaan tanah dan terjadinya erosi bisa diperkecil.

Kurangnya penutupan lahan dan menurunnya kapasitas infiltrasi akibat pembabatan hutan menyebabkan air hujan yang masuk kedalam tanah berkurang, sedangkan air yang mengalir diatas permukaan tanah meningkat. Air yang mengalir dipermukaan tanah ini akan mengangkut partikel-partikel tanah permukaan yang hancur karena tidak terlindung dari pukulan air hujan. Semakin intensif pengurangan penutupan lahan dan permukaan tanah, semakin besar juga aliran permukaan dan pengangkutan tanah. Akibatnya, tanah semakin rusak dan kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman diatasnya.

Analog dengan mekanisme diatas, kerusakan tanah oleh erosi dapat terjadi dilahan yang dibudidayakan untuk tanaman pertanian. Kebijakan dlam mengelola lahan akan menentukan besarnya erosi dan kecepatan kerusakan tanah dilahan-lahan pertanian. Karena itu pilihan komposisi pertanaman dan praktik bercocok tanam yang diterapkan atas suatu lahan sebaiknya mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.

B.           Erosi dan Dampaknya Terhadap Tanaman
Erosi didefenisikan sebagai pemindahan atau pengangkutan tanah dari suatu tempat ketempat lain yang lebih rendah melalui media air atau angin. Didaerah tropis media penyebab erosi yang umum adalah air. Erosi dianggap sebagai penyebab kerusakan tanah yang utama karena melalui proses ini kerusakan tanah dapat terjadi dalam waktu yang relative singkat, bergantung kepada besar dan kekuatan media pengangkut tanah.

Erosi yang terjadi diareal pertanian dapat menyebabkan hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur dan diganti dengan munculnya lapisan tanah bawah yang relative kurang subur. Kurang suburnya tanah dilapisan bawah disebabkan oleh tanah lebih mampat, kadar bahan organik sangat rendah, hara tanah yang berasal dari hasilmpenguraian seresah tanaman rendah, struktur tanah memiliki imbangan porositas lebih buruk, dan sifat-sifat lain dengan daya dukung yang lebih rendah terhadap pertumbuhan tanaman. Karena itu, erosi dianggap faktor penyebab utama degradasi lahan pertanian didaerah tropika basah.

Akibat erosi, daya dukung tanah terhadap pertumbuhan tanaman terhambat, produksi merosot, serta respon tanaman terhadap pemupukan berkurang sehingga tidak ada lagi produk yang dapat diharapkan dari pertanaman.

C.           Persiapan Lahan
Setelah lahan dibuka, pohon yang tidak berfungsi sebagai penaung ditebang, dan lahan dibersihkan dari semak dan gulma, kegiatan selanjutnya adalah mempersiapkan lahan pertanaman kakao. Agar produksi kakao selama masa produktif tinggi perlu diciptakan kondisi lingkungan pertumbuhan dengan menerapkan teknik konservasi tanah dan air. Untuk mengatur cahaya dan iklim mikro, tanaman kakao memerlukan tanaman penaung.

Kondisi tanah dilapangan belum tentu memenuhi syarat sebagai media tumbuh tanaman muda. Karena itu, pengolahan tanah, minimal dalam bentuk lubang tanam perlu dilakukan agar tanaman kakao bisa tumbuh dilingkungan yang optimal sejak tanaman muda sampai akhir masa produktif.

Budidaya yang menerapkan azas konservasi tanah dan air perlu melakukan pembuatan teras, penanaman menurut kontur, pembuatan saluran pembuangan air hujan dan drainase menurut kontur, serta pembuatan rorak (galian yang dibuat disebelah pokok tanaman untuk menempatkan pupuk organik dan dapat berfungsi sebagai lubang drainase). Semua kegiatan ini bisa menekan erosi dengan cara menurunkan laju aliran permukaan, memperbesar penyerapan air kedalam tanah, dan mencegah akumulasi air hujan yang dapat mengalir dengan kekuatan merusak. Pembuatan teras diterapkan dilahan miring. Sementara itu, pembuatan rorak dilakukan dilahan miring dan lahan datar.

Saluran drainase bisaanya dibuat dipinggir blok kebun atau disisi kanan dan kiri jalan kebun. Saluran drainase berfungsi untuk membuang aliran hujan berlebih keluar hamparan lahan pertanaman menuju selokan yang lebih besar. Namun, pada kondisi yang lebih spesifik saluran drainase diperlukan untuk mengatasi masalah air menggenang, kondisi salinitas, dan alkalinitas tanah. Bahkan, dilahan –lahan pertanian yang terletak diwilayah curah hujan dan intensitas tinggi, saluran drainase bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas tanah.

a.    Pembuatan Teras
Ada tiga jenis teras yang selama ini dikenal, yaitu teras bangku, teras gulud dan teras individu. Teras tersebut dibuat searah dengan garis kontur, agar aliran air didalam teras tidak deras. Garis komtur adalah garis yang menghubungkan titik-titik lokasi atau tempat yang memiliki ketinggian (elevasi) sama. Jenis teras yang dibuat harus disesuaikan dengan kondisi lahan, kemiringan lahan, kedalaman efektif tanah (jeluk tanah), dan kepekaan tanah terhadap erosi.

Pembuatan teras pada kedalaman tanah yang dangkal cenderung membuat kedalamn efektif tanah menjadi semakin dangkal, sehingga daerah perakaran menjadi semakin sempit. Pada kondisi tanah seperti ini, teras yang dibuat sebaiknya disesuaikan dengan kedalaman efektif yang ada.

Dilahan yang miring, pergerakan air akan semakin cepat, volume air yang mengalir diatas permukaan tanah akan semakin besar sehingga kekuatan merusak semakin besar. Akibatnya, sering terjadi erosi. Untuk mengatasi keadaan ini, sebaiknya lahan dibuat teras yang secara efektif mampu menekan kecepatan aliran air sekaligus memberikan peluang peresapan air hujan kedalam tanah. Bentuk teras yang tahan terhadap kecepatan aliran yang deras dan memperbesar peresapan air kedalam tanah adalah teras bangku, kemudian disusul teras gulud dan teras individu.
Pemilihan bentuk teras harus tetap memerhatikan kesesuaian jeluk efektif yang tersisa bagi tanaman kakao. Pembuatan teras dilahan yang tanahnya peka terhadap erosi harus mempertimbangkan efektifitasnya dalam menekan volume dan kecepatan aliran permukaan. Selain membuat teras, aliran permukaan lahan yang agregat tanahnya mudah hancur bisa diperkecil dengan menanam tanaman penutup tanah. Adanya tanaman penutup tanah bisa menyebabkan agregat tanah menjadi lebih stabil, tidak mudah hancur, serta tidak  mudah terangkut aliran air diatas permukaan tanah (aliran permukaan).


b.    Bentuk Teras
-        Teras Bangku
Teras bangku adalah teras yang dibuat memotong lereng dan meratakan tanah dibagian bawah, sehingga membentuk susunan seperti tangga. Teras bangku tidak dianjurkan untuk tanah-tanah yang mudah longsor, jeluk tanahnya dangkal, atau lapisan tanah bawah mengandung unsure yang tersedia berlebihan dan dapat meracuni tanaman. Teras bangku perlu dibuat sedikit miring kedalam sehingga bibir teras sedikit lebih tinggi daripada dalam teras. Tujuannya, agar aliran permukaan memiliki peluang lebih besar untuk meresap kedalam tanah.

Tebing teras dapat diperkuat dengan rerumputan atau tanaman merambat lain. Bibir teras juga dapat ditanami dengan tanaman penguat teras untuk memperkuat teras dari kemungkinan longsor. Hasil penelitian Pujiyanto et al (2001) menunjukkan tanaman penguat teras seperti Vetiveria zizanioides terbukti meningkatkan stabilitas teras bangku disamping dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik. Saluran drainase dilahan dengan teras bangku dibuat bukan dipinggir teras, melainkan tepat dibawah tebing teras diatasnya.

Gambar 1. Ilustrasi Teras Bangku

-           Teras Gulud
Teras gulud dibuat dengan memotong lereng sesuai dengan kontur dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Teras gulud sebaiknya dibuat bdilahan yang kedalaman tanahnya dangkal dan kemiringan lahan kurang dari 15%. Dilahan yang kedalaman tanahnya dangkal tidak mungkin dibuat teras bangku karena teras bangku cenderung akan memperdangkal kedalaman efektif tanah. Akibatnya daerah perakaran minimal yang diperlukan tanaman kakao dewasa untuk tumbuh normal tidak terpenuhi. Kedalaman efektif minimum untuk tanaman kakao dewasa adalah 60 cm. saluran drainase dilahan dengan teras gulud dibuat dipinggir teras disebelah dalam guludan.

Gambar 2. Ilustrasi Teras Gulud

-           Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat dengan meratakan tanah disekitar pokok tanaman dengan garis tengah 1-1,5 meter. Teras individu merupakan satu-satunya teras yang dapat dibuat dilahan yang kemiringannya lebih dari 45%. Piringan teras perlu dibuat sedikit miring kedalam seperti pada teras bangku.

Gambar 3. Ilustrasi Teras Individu

-        Manfaat Teras
·         Memperpendek panjang lereng dan menurunkan kemiringan lereng
·         Memperlambat laju aliran permukaan dan menyalurkannya dengan kekuatan yang tidak merusak
·         Meningkatkan laju infiltrasi air kedalam tanah
·         Mencegah akumulasi air hujan dan aliran permukaan yang dapat mengalir dengan kekuatan yang merusak
·         Mempermudah pengelolaan tanah dan pertanaman.

Tabel 3.          Hubungan Jeluk tanah efektif, kecuraman lereng, dan kepekaan tanah terhadap erosi dengan bentuk teras yang dipilih
Jeluk Tanah Kepekaan Erosi
Lebih dari 90 cm
40 – 90 cm
Kurang dari 40 cm
Kurang
Tinggi
Kurang
Tinggi
Kurang
Tinggi
Lereng (%)






0-15
G/B
G/B
G/B
G/B
G
G
15-30
G/B
G/B
G/B
B
G
G
30-45
B
B
B
B
I
I
Lebih dari 45
B/I
B/I
B/I
B/I
I
I
Sumber : Pusat Penelitian Kopi dan kakao, 1998
Keterangan : G= Gulud; B= Bangku; I= Individu

DAFTAR PUSTAKA

1.      Alvim, Enviromental Requirement of Cocoa With Emphasis on Responses to Shde And Moisture Stress, Kuala Lumpur: Proceeding International Conference Cocoa & Coconuts, 1980.
2.      Buku Pintar- Budidaya kakao, Pusat penelitan Kopi dan Kakao Indonesia, 2010
3.      Goenadi, D.H., Baon, J.B., Herman, dan Purwoto, A. 2005.
4.      Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, Pedoman Teknis Budi Daya Tanaman Kakao, 1998
5.      Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI.
6.      Winarno, H. 2006. Budidaya Tanaman Kakao. Agromania

Penulis : Khasril Atrisiandy
ditulis sebagai bahan Modul  Pelatihan Teknis Budidaya Kakao
Balai Pelatihan Pertanian Jambi-2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar